Masyarakat Yahadian, Kais, Kabupaten Sorong Selatan (photo, Zul) |
Oleh Ehdra Beta Masran
Melihatketimur
Berjabat tangan merupakan kecendrungan kosmoholic
dengan memberi kesan yang mendalam, terhadap dua orang atau lebih yang mempraktekannya.
Tertera dimuat pada laporan ‘Journal of Cognitive Neuroscience.’ Para peneliti mencoba melihat pengaruh koneksi saraf akibat dari berjabat tangan. Florin Dolcos dari Beckman Institute menemukan bahwa berjabat tangan sebelum melakukan interaksi sosial akan meningkatkan dampak positif, sekaligus mengurangi dampak negatif dalam pergaulan sosial. Penulis melihat perpaduan antara jabat tangan, diiringi dengan cium tangan dari orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua merupakan hal baik dalam kehidupan.
Lebih dua setengah tahun ini, penulis
menjalankan hari luar biasa dengan menginisiasi sebuah kawasan baru dalam scope
pekerja di Papua Barat, yakni di Kabupaten Sorong Selatan dan Teluk Bintuni di
Provinsi Papua Barat. Banyak hal yang ditemukan, salah satunya adalah kontraksi
dengan para manusia. Penulis tentu berharap bekerja dan mendapatkan kedekatan
emosional, berasal dari sebuah insting kuno ini, dimana setiap bertemu orang
yang lebih tua berjabat tangan dan pencium tangan mereka.
Sebenarnya, jabatan tangan dan mencium tangan
merupakan hal yang sangat biasa dilakukan untuk daerah Indonesia bagian barat. Namun
di indonesia bagian timur masih jarang, disini dikenal dengan sebutan pegang
tangan. Hal ini memang terlihat biasa, sebagai hegemoni perlakuan berulang-ulang
untuk kolaborasi tindakan social dan budaya. Pengaruh tentu akan berbeda dengan
berjabat tangan dengan mencium tangan tetua. ada hal-hal yang tak biasa muncul,
serta diselingi senyum terpancar, setelah tangannya tetua dicium.
“Saya pikir dengan melihat perlakuan berjabat tangan dan mencium tangan yang anda lakukan tidak hanya meningkatkan efek positif interaksi, tetapi juga mendapat sebuah kasih sayang dari orang yang ditemui. Seringkali terjadi sebuah kesalahan dalam tatanan pola interaksi sosial kita. Berjabat tangan dan mencium tangan, dapat meredam dampak negatif dari kesalahpahaman maksut kedatangan yang mungkin bisa saja terjadi. Kami bangga! ujar J. regoi, tetua di Teminabuan.
Kebanggaannya adalah sebuah
retorika kehidupan, dari hal-hal sederhana. sebenarnya, di Tanah Papua memiliki
kecendrungan social sederhana, “ko baik dan menghargai, ko dapat sayang sudah”,
tentu kata amelius. seorang kakak orang berdarah asli Biak. Hal itu sebagai sebuah
kode mencengangkan, teryata dengan mencium tangan bukan hanya mempermudah kita
masuk dalam kerumunan orang orang cerdas, tetapi juga langsung memberikan kesan-kesan
kasih sayang mendalam.
Ini adalah sebuah
bukti konkrit dari implementasi social sederhana yang timbul dari pola-pola sederhana
yang tak terlihat, tetapi cendrung susah untuk diimplementasikan. Sebenarnya hal
ini dapat dikembangkan dimanapun kita berada. Rasa angkuh dan sombongpun tetap luluh
jika kita merendahkan tubuh untuk menghormati orang lain. tidak ada yang salah,
ataupun jijik untuk melakukan sebuah aplikasi sosial itu. bukan hanya membangun
kedekatan emosional yang kuat, tetapi juga memberikan kesan positif yang timbul
dari maksut dan tujuan baik yang kita bawah.