Tulisan ini dibuat berdasarkan apa yang menjadi pengamatan dan pengalaman pribadi penulis. Kebetulan Penulis diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki dan melihat kebiasaan hidup masyarakat yang tinggal di pelosok negeri ini tahun 2016 dan awal 2017.
Penyu merupakan salah satu biota laut yang dapat ditemukan di semua samudera dunia yang sudah ada di bumi sejak 200 juta tahun yang lalu.
Hal ini sempat menjadi sebuah perhatian khusus bagi penulis yang mencoba mengungkit cerita dibalik hal tersebut.
Pulau Marore terletak di bagian Utara Provinsi Sulawesi Utara yang merupakan daratan terakhir pemisah dengan negara tetangga, Filipina dan Desa Batu goyang yang berada di bagian paling Selatan Pulau Aru, yang berbatasan dengan Australia.
Penulis merupakan tamatan Jurusan Ilmu Kelautan dimana kata-kata Konservasi bukan sebuah hal baru lagi di telinga. Himbauan dan anjuran melakukan konservasi di dunia Kelautan sangatlah dianjurkan. Mulai dari Terumbu karang, Mangrove, lamun hingga biota-biota lainnya.
Tujuan dari konservasi cukup jelas yaitu menjaga kelangsungan hidup apa yang menjadi objek konservasi. Dengan kata sederhananya agar “Tidak Punah”.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka pemerintah dan beberapa NGO yang berasal dari dalam maupun luar negeri melakukan kegiatan-kegiatan dan program dengan Tema besar yaitu Konservasi.
Dengan kata itu aturan- aturan dikeluarkan dan himbauan terkait konservasi juga dipublikasikan melalui kegiatan sosialisasi langsung maupun via media cetak atau internet.
Tidak cukup hanya disitu saja, biota apa saja yang harus dikonservasi juga telah diterbitkan. Terdapat beberapa biota laut yang sifatnya sudah langka menghiasi katalog yang berjudulkan “Biota Laut langka yang wajib dijaga”.
Dari beberapa biota tersebut, penyu dan beberapa jenis hiu terdapat didalamnya.
Sumber : Internet |
Penyu merupakan salah satu biota laut yang dapat ditemukan di semua samudera dunia yang sudah ada di bumi sejak 200 juta tahun yang lalu.
Penyu juga merupakan salah satu biota laut yang perkembangannya cukup lama. Butuh waktu sekitar 2-8 tahun bagi penyu betina untuk dapat bertelur. Walaupun dalam sekali bertelur dapat menghasilkan ratusan telur, tetapi banyak kendala yang menyebabkan telur tersebut gagal menjadi penyu dewasa.
Selain faktor alam dan predator, keberadaan manusia juga menjadi penyebabnya. Manusia tahu jika telur penyu memiliki nilai ekonomis tinggi. Jadi terdapat beberapa oknum yang dengan sengaja mengambil telur penyu untuk dijual. Kegiatan tersebut berdampak pada siklus reproduksi dan perkembangbiakan penyu akan terputus.
Melihat kondisi tersebut, maka bukan sesuatu yang mengejutkan lagi jika penyu masuk dalam kategori Biota yang dilindungi. Pemerintah dan NGO melakukan beberapa tindakan untuk tetap mempertahankan keberadaan penyu di bumi.
Dengan sudah banyaknya balai Konservasi penyu di Indonesia terlihat jelas bahwa keberadaan penyu harus tetap dipertahankan.
Aturan dan larangan untuk tidak menangkap penyu dan mengambil telur akhir-akhir ini sudah mulai berjalan seperti yang diharapkan oleh pihak pelaku konservasi.
Terkadang tidak semua lokasi yang dengan mudah menerima aturan tersebut.
Baca Juga : Coral Transplantion, Rehabilitation or Destruction?
Baca Juga : Coral Transplantion, Rehabilitation or Destruction?
Pulau Marore dan Desa Batugoyang seperti yang saya sebutkan di atas merupakan contohnya. Kedua lokasi ini tidak dengan mudah menjalankan aturan-aturan konservasi penyu yang selalu disampaikan.
Pulau Marore (Desa Marore) dan Desa Batugoyang merupakan 2 lokasi yang masih menjunjung tinggi tradisi adat. Tradisi adat yang turun - temurun dari nenek moyang mereka yang tetap dijaga dan dijalankan hingga saat ini.
Terdapat beberapa kegiatan ritual yang biasanya dilakukan setiap tahunnya atau 1 kali dalam 2 tahun.
Terkadang acara ritual adat tersebut bertentangan dengan aturan konservasi yang disebutkan diatas tadi.
Ritual adat biasanya “Menumbalkan” penyu (Biota yang termasuk dilindungi) sebagai bagian dari acara adat. Hal ini telah terjadi dari nenek moyang mereka yang sudah ratusan tahun melakukan acara adat tersebut.
Berarti dengan kata lain sudah ratusan tahun lamanya penyu ditangkap dan dikonsumsi untuk ritual adat.
Sumber : Internet |
Hal ini sempat menjadi sebuah perhatian khusus bagi penulis yang mencoba mengungkit cerita dibalik hal tersebut.
Tradisi itu sudah berlangsung cukup lama dan daging penyu merupakan salah satu makanan yang selalu ada disetiap acara adat. Tapi uniknya kedua lokasi itu tidak mengizinkan menangkap penyu diluar acara adat.
Melalui peraturan yang berlaku di Desa, Penangkapan penyu hanya bisa dilakukan pada acara adat saja dan tidak diperbolehkan menangkap dengan sengaja di hari lainnya.
Menurut salah seorang masyarakat yang sempat berdiskusi dengan penulis, memang tidak ada hukuman bagi orang/ masyarakat Desa yang menangkap dihari biasa, tetapi alam lah yang akan memberikan hukuman kepada si pelaku.
Pada satu kejadian seorang nelayan yang menangkap penyu dengan sengaja mengalami kecelakaan saat sedang melaut. Kejadian tersebut menjadi ketakutan tersendiri bagi masyarakat dan diyakini bahwa penyebabnya adalah tidak menaati aturan yang telah dibuat.
Selain itu telur penyu juga tidak pernah diganggu/ diambil. Masyarakat membiarkan penyu bertelur, menetas hingga kembali ke laut untuk tumbuh besar dan penyu akan diambil jika pesta adat telah tiba.
Penyu yang ditangkap biasanya berjumlah 3-5 ekor.
Ini merupakan sebuah tindakan yang bisa dikatakan pro dan kontra terhadap kebijakan Konservasi yang saat ini sedang dijalankan.
Disatu sisi penyu menjadi korban kebiasaan masyarakat saat acara adat, tapi di satu sisi masyarakat menjadi pengawas yang menjaga telur penyu yang jumlahnya ratusan hingga menjadi penyu.
Tidak ada kegiatan mengambil dan menjual telur penyu seperti di lokasi-lokasi yang tidak memiliki kegiatan adat seperti kedua lokasi tersebut.
Baca Juga : Rumput laut mengancam ekosistem Terumbu Karang?
Baca Juga : Rumput laut mengancam ekosistem Terumbu Karang?
Hal ini sebenarnya menarik untuk dikaji lebih lanjut, tetapi keterbatasan waktu dan persiapan penulis menjadikan ini sebagai sebuah teka- teki yang entah sampai kapan terus terjadi.
Terkadang penulis lebih berpihak kepada apa yang dilakukan oleh masyarakat. Menjaga ratusan telur penyu agar menjadi penyu dan akan mengambil beberapa darinya untuk kegiatan adat. Tapi disatu sisi, sebagai tamatan Kelautan, menangkap dan mengkonsumsi penyu merupakan sesuatu yang dilarang dan tidak boleh dilakukan dengan alasan apapun.
2 komentar
good om bob..
jd begini..ada dua paham ttg maksud konservasi.
pertama, pelestarian tanpa bisa diganggu gugat.kedua, pelestarian dan pemanfaatan.paham yang pertama sebenarnyalah keliru dan banyak dikonsumsi masyarakat awam.makanya ketika pemerintah mengklaim suatu kawasan utk dijadikan sebagai area konservasi, masyarakat ketakutan dan sering terjadi konflik. jadi kesimpulannya, jangan samakan antara pengertian dan maksud. Konservasi sebenarnya yang dimaksudkan pemerintah adalah seperti yang telah berlaku pada kearifan lokal yaitu perlindungan dan pemanfaatan. Namun bagaimana pemanfaatannya diatur lagi didepannya seperti adanya Zona inti, penyangga, pemanfaatan, dll. Lebih detailnya seperti contohnya d kawasan konservasi mangrove, adanya tebang pilih.
setuju..