-->

Type something and hit enter

author photo
By On
Laut Bukan Tong Sampah, Foto : Indrawadi M, Lokasi : Muaro Lasak Padang
Oleh : Ehdra Beta Masran
Saat penulis sampai di bali, tepatnya di Nusa Penida ada tulisan di salah satu site wisata yaitu Yellow Bridge bebunyi “jika anda tidak bisa membuang sampah pada tempatnya, lebih baik telan makanan/ minuman anda beserta bungkusnya.

Kalimat/ peringatan tersebut merupakandsebuah Bahasa atau ujaran linguistic yang bermaksut “melarang” atau meperingatkan jangan melakukan suatu tindakan yang tertulis.

Banyak kiasan yang memotivasi untuk menjaga lingkungan, salah satunya yang sering terdengar adalah “kebersihan adalah sebagian dari iman” dan kutipan lain yang sejenis. Namun, pada kenyataannya hal ini masih sulit.

Indonesia bebas sampah masih akan menjadi mimpi fana antara jargon - jargon besar yang menyelimuti kita. Khususnya di pesisir dan laut.

Bayangkan jika jenis sampah plastik ataupun polimer lainnya, ataupun sampah sejenis hasil dari kebutuhan primer manusia seperti popok bayi, plastic bekas makanan dan minuman botol yang diperkirakan dapat terurai sampai 550 tahun, bahkan menurut parah ahli jenis - jenis lain berbahan kaca yang tidak mampu terurai selamanya.

Sebagai penggiat wisata, mulai dari pemilik tempat sampai ke wisatawan pun terlihat hanya memuaskan hati mereka. Pebisnis dengan lembar rupiahnya dan wisatawan dengan kepuasan hatinya. Pemerintah pun disupport dengan pemasukan pajak dari kegiatan wisata bahari itu.

Usaha memang telah banyak dilakukan, salah satunya dengan peringatan, pemberitahuan dan sosialisasi. Namun mengapa hal tersebut masih terjadi. Ada yang salah dengan kita sehingga kita terus memberi tekanan kepada lingkungan, tepatnya pesisir dan laut yang berdasarkan tren saat ini sebagai tempat wisata yang kita kunjungi.

Penulis juga mengakui, terlalu naif untuk kita mengindahkan sampah dari kegiatan pariwisata yang kita jalanani. Mulai pembakaran carbon, CFC dan gas racun dari kendaraan yang kita gunakan menuju tempat wisata, sampai dengan penggunaan plastik yang tampah sadar masih banyak kita gunakan dan kita buang di laut.

Hal-hal tersebut diperkuat dengan baku sampah dari alat transpotasi yang kurang berkomitmen. Membuang sampah dengan jumlah banyak ditengah laut dan lambat laun akan merangsek ke tepian lalu membiarkan nya.

Banyak saat ini perusahaan pariwisata raksasa di Indonesia sudah melakukan econature atau wisata alami, seyogyanya hal ini tentu langkah yang cerdas dalam mengurangi tekanan sampah kepada tempat wisata bahari. Apalagis Indonesia saat ini menduduki peringkat kedua penghasil sampah plastik laut setelah China.

Sampah plastik selain merusak ekosistem juga mengancam keindahan alam yang juga menjadi aset obyek wisata. Semua ini menjadi tekanan nyata untuk perkembangan wisata di Indonesia, tentu kita tahu sampah akan mempengaruhi ekosistem bawah laut, juga menghilangkan estetika wisata itu sendiri.

2 komentar

avatar

mungkin solusi dari persoalan tekanan sampah di lokadi wisata, salah satunya adalah membangun kesadaran pihak penyelenggara wisata, dalam hal ini adalah pemangku kepentingan. Perlu suatu memorandum of understanding terhadap tekanan yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata terhadap lingkungan, terutama persoalan sampah. Untuk itu perangkat pemerintah sebagai regulator dan pelaku wisata harus memiliki pemahaman tentang sustainable development goals terutama untuk industri pariwisata. Pemerintah cukup sadar bahwa pariwisata memberikan nilai positif dan merupakan industri terbesar diindonesia setelah kelapa sawit, mungkin perlu kajian darimana harus memulai langkah awal atau langkah kecil untuk mengurangi gesekan terhadap lingkungan. Konkritnya, pegiat wisata harus mampu mengkaderkan pegiat2 wisata lainnya yang merupakan pelaku wisata sehingga sadar lingkungan, dan pemerintah melalui dengar pendapat harus mampu membantu pelaku wisata dalam memanajemen sampah tersebut, termasuk memberikan sarana dan prasarana. Demikian

Click to comment