-->

Type something and hit enter

author photo
By On

Oleh : Ehdra Beta Masran
Divemanajemen-
Indonesia terus berusaha untuk mempertahankan keanekaragaman hayati, tercatat sebanyak 47.910 spesies terdapat di alam Indonesia (LIPI, 2013). Namun saat ini, Sumberdaya (SDA) tersebut sedang mengalami tekanan yang berasal dari pemanfaatan secara destructive Sumber Daya Alam (SDA) non terbarukan, seperti bahan-bahan mineral dan bahan- bahan bakar.


Fenomena ini diduga karena tingkat persaingan ekonomi antar manusia, bukan hanya akibat apresiasi nilai tukar asli, volatilities pendapatan, perubahan pasar global yang mulai mempengaruhi ekonomi, tetapi juga disebabkan system pengelolaan institusi yang lemah, tidak efektif, tidak stabil dan korup.

Baca Juga ; 
Tekanan Wisata Bahari oleh Sampah, Ancaman Nyata
Menjaga Penyu, Aturan Konservasi atau Kebiasaan Adat
Transplantasi Karang, Upaya Rehabilitasi atau Merusak Koloni?

Sumber Daya Alam (SDA) menjadi harga mahal yang harus dibayar, layaknya primadona yang menjadi incaran semua pihak. Aktivitas ekstraktif, mudah sekali dialihkan oleh hubungan antara benefit dan cost yang terjadi dalam satu waktu.

Management system naik turun, serta harga mahal yang harus dibayar dari pemanfaatan SDA secara berlebihan menjadi pola penurunan kuantitas dan kualitas alam. Tatanan itu diperburuk oleh pola sosial. Pola sosial tersebut diantaranya adalah persaingan antar manusia dan siapa yang paling banyak memanfaatkan SDA.


Keterpurukan terhadap alam menjadi proses yang masuk akal untuk sesegera mungkin diperbaiki. Perlu perpaduan sudut pandang ekologi, ekonomi, sosial dan budaya dalam tata kelola sumber daya efektif.

Sudut pandang sosial dan budaya harus diperkuat mengintervensi ke dalam perlakuan ekonomi pemanfaatan SDA, dimana ketertarikan untuk uang tidak menjadi prioritas. Sudut pandang sosial harus menjadi pendukung Budaya yang mengimbangi system pemanfaatan ekonomi untuk keberlanjutan alam. Seharusnya budaya masyarakat, menjaga serta menjamin manfaat dan fungsi alam tersebut tidak berubah.

Peningkatan ekonomi hanya memanfaatkan sebanyak apa yang dibutuhkan, bukan memenuhi segala keinginan, agar alam terus seimbang. Seyogyanya, sudut pandang pemanfaatan SDA menganut 4 (empat) sudut pandang yaitu biophysics, social, economi dan culture. Social system dan livelihood menjadi inti dari sebuah system dan tidak dapat dipisahkan ataupun dicampur adukan.

Bukti terdahulu dalam methodologi kuno, Social Ecological System memberi tekanan kepada Ecosystem Wealth dan Ecosystem Health. System tersebut diharapkan menjadi sebuah approach awal dalam menangkal ketamakan manusia, serta dapat menurunkan tekanan terhadap lingkungan.

Perlindungan ekosistem menjadi suatu perlakuan penting untuk mempertahankan keberadaan ruang hidup sumberdaya alam. Perlindungan habitat kritis menjadi langkah efektif untuk mempertahankan keanekaragam hayati, baik ekosistem darat ataupun laut. Peningkatan usaha perlindungan bukan hanya memiliki tantangan, tetapi juga akan mendapatkan hambatan.-divemanajemen-Melihatketimur-.

Click to comment