Oleh: Deddy Bakhtiar
Dosen Prodi Ilmu Kelautan UNIB, Mahasiswa S3 Teknologi Kelautan IPB
Save Pulau Tikus - Pulau Tikus adalah sebuah pulau yang terletak di Sebelah Barat Kota Bengkulu. Jarak pulau ini dari pusat Kota Bengkulu adalah sekitar 10 km.
Dua tahun belakangan kelompok-kelompok masyarakat peduli lingkungan di Kota Bengkulu selalu menyuarakan, Save Pulau tikus!.
Mengapa Pulau Tikus harus diselamatkan?.
Seperti diungkapkan diatas bahwa luasan pulau Tikus semakin berkurang dan dikhawatirkan akan habis. Sebagai satu-satunya pulau yang ada di Kota Bengkulu yang menjadi aset daerah, maka pulau tersebut perlu diselamatkan.
Pertanyaan selanjutnya mengapa pulau tersebut makin mengecil, apa yang menyebabkannya dan bagaimana proses terjadinya?
Berdasarkan pada pengamatan penulis, jelas terlihat makin berkurangnya daratan Pulau Tikus karena terjadinya abrasi pantai pada sisi Utara pulau. Penyebabnya juga jelas karena adanya energi gelombang yang besar menghampiri pulau dari arah Barat (Samudera Hindia) serta adanya arus menyusur pantai (longshore current).
Untuk mengetahui bagaimana proses ini terjadi, kita bisa memulainya dengan memperhatikan peta pulau Tikus (mis: peta dari www.earth.google.com).
Pada peta terlihat pulau Tikus yang kecil tetapi dikelilingi oleh hamparan terumbu karang yang luasnya lebih dari 250 Ha.
Jika kita perhatikan bentuk Pulau Tikus agak memanjang dari Utara ke Selatan meskipun agak condong sedikit ke Barat Laut. Posisi bagian Utara agak lebih dekat dengan tubir karang sebelah Barat.
Ketika gelombang besar dari Samudera pecah di tubir karang (reef front) yang jaraknya sekitar 500 meter dari pulau dan terus merambat melewati daerah rataan terumbu (reef flat) ke pulau akan menyentuh terlebih dahulu sisi Utara pulau. Gelombang yang menyentuh sisi Utara pulau akan mengalami difraksi dan refraksi gelombang yang mengakibatkan terjadinya pembelokan dan pembentukan arus menyusur pantai (longshore current).
Pembelokan gelombang dan arus menyusur pantai ini mengakibatkan pantai di sisi Utara hingga Timur Laut pulau mengalami pengikisan (abrasi) yang parah ( bisa kita lihat di lapangan). Daratan yang dikikis akan menjadi sedimen yang dibawa arus menyusur pantai ke arah Timur hingga Selatan pulau. Arus yang membawa sedimen ini terus bertemu dengan arus dan gelombang dari Barat yang bergerak ke Selatan, pertemuan arus menyebabkan perlambatan dan sedimen yang dibawa akan diendapkan di bagian Selatan Pulau sehingga terbentuklah hamparan pasir di pantai sisi Selatan pulau.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka untuk menyelamatkan Pulau Tikus yang perlu dilakukan adalah bagaimana meredam energi gelombang yang datang dari arah Samudera Hindia. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut :
Cara Pertama : Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
Salah satu fungsi ekologis terumbu karang adalah dapat meredam energi gelombang sehingga dapat mencegah abrasi pantai. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi fungsi karang tersebut melalui rehabilitasi. Terumbu karang yang harus direhabilitasi harusnya di sisi Barat pulau pada daerah tubir hingga reef flat.
Sebagaimana kita lihat di lapangan kondisi karang di daerah reef flat di sisi Barat mengalami kerusakan karena aktifitas manusia (anthropogenik) seperti aktifitas penangkapan ikan dan wisata.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan transplantasi karang ataupun dengan membuat terumbu karang buatan (artificial reef). Upaya ini sebenarnya telah dilakukan oleh kelompok peduli lingkungan baik dari perguruan tinggi, pemerintah maupun swasta serta masyarakat umum. Namun karena lokasinya yang tidak tepat (namun banyak dilakukan di daerah terumbu karang sisi Utara dan Timur pulau) hingga upaya tersebut tidak akan menyelamatkan Pulau Tikus.
Cara Kedua : Melakukan penanaman mangrove.
Mangrove merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang terendam air laut serta memiliki perakaran yang kuat. Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai penangkap sedimen dan perlindungan terhadap erosi pantai (Bengen, 2000).
Baca Juga : Perjalanan ke bawah laut dengan sahabat dan “cahaya senter”
Untuk kasus Pulau Tikus, penanaman mangrove dapat dilakukan di pantai yang mengalami abrasi di sisi Utara hingga Timur Laut. Kondisi pantai yang berpasir bercampur pecahan karang dengan sedikit partikel halus, maka jenis mangrove yang dapat ditanam adalah jenis bakau (Rhizopora sp) dan api-api (Avicennia sp). Oleh karena kondisi pantai yang berombak besar dan arus yang kencang, penanamannya tidak dapat dilakukan dengan cara tanam satu-satu dengan jarak tanam tertentu.
Metode yang tepat adalah dengan sistem rumpun (cluster), dimana dalam satu rumpun terdiri atas 50-100 batang mangrove. Metode ini telah diujicoba oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka Jakarta dan telah berhasil.
Prodi Ilmu Kelautan UNIB juga telah mengadopsi metode ini dan mengaplikasikannya di Pulau Tikus namun masih bersifat uji coba dengan menanam satu rumpun dan ternyata mangrove berhasil tumbuh.
Berbeda dengan apa yang dilakukan di Pulau Pramuka, ujicoba di Pulau Tikus sedikit dimodifikasi dengan menambahkan APO (alat Pemecah Ombak) dari tumpukan batu untuk meredam energi gelombang yang besar agar tidak merusak mangrove. APO dapat dibuat dari bahan kayu pancang, bambu ataupun tumpukan batu.
Upaya inilah yang sebenarnya perlu dilakukan dan terlihat nyata untuk penyelamatan Pulau Tikus, tapi belum ada upaya besar untuk melakukannya.
Cara Ketiga : Melakukan pembuatan bangunan pelindung pantai.
Cara ini merupakan cara yang paling cepat tapi memerlukan biaya yang sangat mahal. Jenis bangunan pelindung pantai yang dapat dibuat di Pulau Tikus adalah Seawall, Groin dan/ atau Breakwater lepas pantai.
Bangunan seawall dapat dibuat tetapi karena adanya arus menyusur pantai yang kuat diperkirakan bangunan ini tidak akan bertahan lama dan ambruk.
Groin merupakan bangunan tegak lurus pantai yang berfungsi untuk menghambat arus menyusur pantai dan menahan sedimen, bangunan bisa dibuat dari batu alam ataupun struktur buatan.
Selanjutnya Breakwater lepas pantai merupakan bangunan pelindung pantai yang terlepas dari pantai pada jarak tertentu dengan bentuk memanjang sejajar pantai, bangunan ini bisa dibuat dari tumpukan batu alam maupun struktur buatan. Bangunan ini dibuat untuk menahan gelombang yang besar dari arah Barat (Samudera Hindia) dan diharapkan dapat meredam gelombang dan membelokkan arah gelombang karena terjadinya difraksi gelombang pada kedua ujungnya.
Pemilihan penyelamatan Pulau Tikus dengan cara membuat bangunan pelindung pantai sebaiknya merupakan pilihan terakhir, lebih diutamakan upaya secara alami dengan rehabilitasi terumbu karang dan mangrove. Disamping itu pembangunan bangunan pelindung pantai perlu ada kajian yang mendalam secara teknis dan dampaknya terhadap lingkungan maupun estetika pantai sebagai pulau untuk wisata.
Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa belum ada upaya satupun yang telah dilakukan untuk penyelamatan Pulau Tikus. Upaya yang dilakukan selama ini lebih kepada penyelamatan terumbu karang di Pulau Tikus.
Lantas mengapa terumbu karang di Pulau Tikus harus diselamatkan? Bagaimana menyelamatkannya?
Mengapa terumbu karang pulau tikus harus diselamatkan?
Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem pesisir yang unik dan khas mempunyai beberapa fungsi seperti fungsi ekologi yang bermanfaat dalam mencegah terjadinya abrasi pantai dan penyedia biodiversitas yang tinggi, dan juga memiliki fungsi ekonomi yang menyediakan beranekaragam jenis ikan bernilai ekonomis tinggi sebagai mata pencaharian nelayan.
Disamping itu terumbu karang juga memiliki keindahan dengan anekaragam karang, ikan dan biota lainnya yang unik sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Bila terumbu karang rusak maka akan terjadi ketidak seimbangan ekologi dan penurunan fungsi ekonomi, akhirnya berdampak pada kerusakan pulau, penurunan pendapatan nelayan, penurunan aktifitas wisata yang pada akhirnya berdampak juga pada penurunan pendapatan daerah.
Selanjutnya, bagaimana kondisi terumbu karang di Pulau Tikus?
Untuk ini telah dilakukan beberapa kajian terkait kondisi terumbu karang di Pulau Tikus oleh peneliti dari Program Studi Ilmu Kelautan UNIB bersama klub selam MSDC-UNIB serta didukung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Balitbang Provinsi Bengkulu dan Biro
SDA Provinsi Bengkulu pada titik lokasi yang berbeda di Pulau Tikus dengan total 24 titik lokasi pengukuran.
Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Tikus memiliki tutupan karang hidup rata-rata 44,89% yang termasuk kategori rusak sedang (Kepmen LH No 4 Tahun 2001) dengan kisaran 11,46 % sampai 89,4% artinya ada titik lokasi yang mengalami kerusakan parah namun ada juga yang kondisinya sangat baik.
Jika ditelusuri penyebab kerusakannya lebih didominasi oleh aktifitas penangkapan ikan dengan jaring, tombak dan busur senapang serta aktifitas wisata seperti snorkeling yang menginjak karang, jangkar kapal wisata dan pengambilan karang untuk souvenir.
Melihat kenyataan tersebut, bagaimana kita menyelamatkan terumbu karang di Pulau Tikus?
Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan diantaranya :
Cara Pertama :
Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
Ada dua metode rehabilitasi yang dikenal saat ini yaitu metode transplantasi dan metode artificial reef (terumbu buatan). Transplantasi karang merupakan teknik perbanyakan koloni karang dengan memanfaatkan reproduksi aseksual karang secara fragmentasi.
Kalau boleh dianalogikan metode ini mirip mencangkok pada tanaman, meskipun karang ini adalah hewan bukan tanaman tetapi prinsipnya hampir sama. Metode transplantasi yang banyak digunakan saat ini adalah metode substrat dan rak yang sebenarnya ini merupakan metode yang digunakan untuk budidaya karang hias dalam perdagangan karang hias jadi bukan untuk rehabilitasi. Namun metode ini bisa saja digunakan hanya saja perlu ada tindakan lanjutan untuk rehabilitasi. Rak transplan ditempatkan di daerah yang datar dekat terumbu yang masih bagus dengan kondisi perairan yang baik untuk mempercepat pertumbuhan fragmennya.
Baca Juga : Field Trips ke Tesso Nilo National Park Pelalawan-Riau
Setelah mencapai pertumbuhan lebih dari 10 cm baru dipindahkan ke lokasi rehabilitasi. Upaya rehabilitasi dengan metode transplantasi ini pertama kali dilakukan di Pulau Tikus tahun 2014 oleh Loka PSPL Serang, klub selam MSDC-UNIB dan Konsorsium Mitra Bahari dan hasilnya sangat memuaskan dengan pertumbuhan sekitar 8-10 cm/tahun untuk jenis branching, 4-6 cm/ tahun untuk jenis foliose dan 2-4 cm/tahun untuk jenis massive. Kemudian dilanjutkan oleh Komunitas Selam RBDC tahun 2015 dan Korps Alumni KPN tahun 2016.
Kesalahan yang sering dilakukan adalah setiap melakukan transplantasi selalu mengambil bibit dari induk karang yang alami. Seharusnya kegiatan transplantasi yang pertama berfungsi sebagai indukan yang akan menyediakan bibit untuk transplan selanjutnya. Jadi ketika akan melakukan transplan kembali, maka bibitnya harus diambil dari indukan karang transplan bukan diambil dari karang yang hidup alami yang justru bisa merusak ekosistem karang yang ada.
Metode rehabilitasi karang lainnya adalah dengan membuat terumbu karang buatan. Metode ini pada prinsipnya adalah membuat struktur buatan sebagai tempat penempelan larva planula
karang yang berkembang melalui reproduksi sexual.
Kalau boleh dianalogikan metode ini seperti menanam biji tanaman pada tanah sebagai media tanam, sedangkan pada karang menyediakan substrat sebagai media untuk penempelan larva planula (anakan karang). Terumbu buatan yang dikenal selama ini diantaranya bangunan dari struktur beton yang disusun bertingkat sehingga bisa juga berfungsi sebagai tempat berlindung ikan (fish apartement), dan saat ini ada juga yang membuatnya dari bahan tempurung kelapa yang dikenal dengan Bioreeftek yang dianggap lebih murah dari struktur beton.
Metode Bioreeftek diperkenalkan pertama kali tahun 2008 oleh Balai Penelitian Observasi Laut (BPOL) Bali dan telah diaplikasikan di Pulau Tikus oleh Kampala UNIB tahun 2014. Hanya saja sampai saat ini belum ada informasi hasil deploy pertama tersebut, bagaimana pertumbuhan koloni karangnya dan sejauhmana tingkat keberhasilannya.
Sama halnya dengan kegiatan tranplantasi di Pulau Tikus, kegiatan bioreeftek juga melakukan kesalahan yang sama yaitu menempatkan media (deploy) pada daerah yang direhabilitasi. Seharusnya media bioreeftek karena mengharapkan recruitment larva planula tentunya harus ditempatkan pada perairan yang kaya akan larva planulanya dimana biasanya melimpah pada terumbu karang yang sehat.
Penentuan lokasi deploy harusnya dikaji lebih detil seperti kepadatan larva planula, tingkat tutupan karang, kondisi perairannya (suhu, arus, sedimentasi dan penetrasi cahaya). Hal inilah yang tidak dilakukan selama ini, jangan hanya melakukan deploy saja tanpa mengetahui kondisi perairannya.
Apabila lokasinya tidak sesuai, maka media bioreeftek tidak akan ada planula yang menempel karena kalah bersaing dengan mikroalga yang mendominasi, kalaupun ada yang menempel tidak banyak koloni yang berkembang dan pertumbuhannya akan lambat.
Setelah mendapatkan lokasi yang tepat, langkah selanjutnya lakukan deploy dan harus secara rutin dilakukan monitoring (setiap 4-6 bulan) untuk perawatan media dan pengamatan pertumbuhan. Jika media bioreeftek telah terbentuk koloni yang banyak dengan pertumbuhan mencapai 10 cm, barulah media tersebut dipindahkan ke lokasi yang akan direhabilitasi. Jadi kegiatan rehabilitasi dengan bioreeftek belum selesai kalau hanya melakukan deploy, harus ada kelanjutannya agar usaha kita menjadi tidak sia-sia.
Dari kedua metode diatas yaitu transplantasi dan bioreeftek, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Transplantasi kelebihannya adalah proses pertumbuhannya cepat sehingga rehabilitasi dapat berlangsung cepat. Kekurangannya adalah tingkat keanekaragaman karangnya (biodiversitas) rendah karena jenisnya relatif seragam. Untuk masalah biaya sifatnya relatif karena transplantasi bisa dilakukan tanpa rak, tapi dapat menggunakan substrat yang ada di terumbu saja (mis: rubbel dan karang mati) sehingga biayanya jadi sangat murah.
Bioreeftek kelebihannya adalah menggunakan tempurung kelapa yang murah meskipun dalam pembuatan medianya juga masih menggunakan semen dan batang aluminium yang tentu saja akan menjadi mahal juga. Kelebihan lainnya jika berhasil maka dalam media akan tumbuh beranekaragam koloni yang berbeda sehingga biodiversitasnya tinggi.
Kelemahannya adalah proses rehabilitasi akan membutuhkan waktu yang sangat panjang karena pertumbuhan koloni sangat lambat sekitar 0,3-0,5 cm/tahun dibandingkan transplantasi 2-10 cm/tahun. Untuk jangka panjang metode bioreeftek akan lebih baik karena koloni terbentuk secara alami dan biodiversitasnya yang tinggi.
Cara Kedua :
Karena kerusakan terumbu karang lebih didominasi oleh aktifitas manusia, maka cara untuk menyelamatkan terumbu karang lainnya adalah dengan melakukan pembinaan terhadap para pelaku yang berinteraksi dengan terumbu karang. Para nelayan diberikan pengetahuan dan pemahaman tentang terumbu karang dan alat tangkap yang ramah lingkungan. Para pelaku usaha wisata dan wisatawan juga dibekali pemahaman tentang terumbu karang, cara berwisata yang tidak merusak lingkungan dan terumbu karang.
Cara Ketiga :
Perlu adanya peran pemerintah untuk membuat regulasi pengelolaan Pulau Tikus dan ekosistem perairan disekitarnya. Selama ini belum ada regulasi yang dibuat pemerintah untuk mengelola Pulau Tikus. Harusnya pemerintah segera menyusun rencana strategis untuk mengelola Pulau Tikus sehingga diketahui apa yang menjadi visi dan misi pengelolaan serta tujuan, sasaran dan kegiatan yang akan dilakukan untuk pengelolaan Pulau Tikus.
Tahap selanjutnya adalah menetapkan rencana zonasi pengelolaan Pulau Tikus. Dalam rencana zonasi akan ada batasan zona secara spasial yang mengatur dimana lokasi zona inti yang merupakan zona larangan (marine protected area), zona pemanfaatan untuk kegiatan wisata, zona perikanan berkelanjutan untuk aktifitas penangkapan dan budidaya perikanan ramah lingkungan dan zona rehabilitasi.
Dengan adanya regulasi ini tidak akan terjadi tumpang tindih pemanfaatan dan kepentingan dan ekosistem pulau dan terumbu karang akan lebih terjaga. Marilah kita semua baik dari masyarakat peduli lingkungan, mahasiswa akademisi, swasta maupun pemerintah bersama-sama menjaga kelestarian terumbu karang dan pulau Tikus.
Dosen Prodi Ilmu Kelautan UNIB, Mahasiswa S3 Teknologi Kelautan IPB
Save Pulau Tikus - Pulau Tikus adalah sebuah pulau yang terletak di Sebelah Barat Kota Bengkulu. Jarak pulau ini dari pusat Kota Bengkulu adalah sekitar 10 km.
Pulau Tikus |
Dua tahun belakangan kelompok-kelompok masyarakat peduli lingkungan di Kota Bengkulu selalu menyuarakan, Save Pulau tikus!.
Sebuah kalimat yang sering didengar, memberikan peringatan pada kita semua bahwa Pulau Tikus dalam kondisi terancam dan harus diselamatkan.
Kelompok-kelompok masyarakat tersebut mengatakan bahwa Pulau Tikus terancam akan hilang/ tenggelam karena luas pulaunya semakin mengecil sehingga harus segera diselamatkan.
Aksi - aksi penyelamatan dengan melakukan rehabilitasi terumbu karang kemudian bermunculan. Namun dari pengamatan penulis di lapangan, aksi rehabilitasi terumbu karang yang dilakukan dinilai belum dapat menyelamatkan pulau Tikus tetapi lebih cenderung pada penyelamatan terumbu karang karena lokasi dan dan cara rehabilitasi yang tidak tepat.
Aksi penyelamatan yang dilakukan terkesan hanya menunjukkan pada publik bahwa sudah ada aksi nyata dan kepedulian terhadap Pulau Tikus.
Baca Juga : Wonderful Nias, Tureloto nan Indah
Apa sebenarnya yang ingin dilakukan? Apakah Selamatkan Pulau Tikus atau Selamatkan Terumbu Karang Pulau Tikus?. Dua hal berbeda karena objek dan metode yang digunakan untuk penyelamatannya akan berbeda.
Berikut ini saya coba untuk menguraikan maksud dari kedua pernyataan tersebut sebatas pengetahuan yang saya miliki .
Selamatkan Pulau Tikus
Dalam penyelamatan Pulau Tikus yang menjadi objeknya adalah Pulau Tikus-nya.Mengapa Pulau Tikus harus diselamatkan?.
Seperti diungkapkan diatas bahwa luasan pulau Tikus semakin berkurang dan dikhawatirkan akan habis. Sebagai satu-satunya pulau yang ada di Kota Bengkulu yang menjadi aset daerah, maka pulau tersebut perlu diselamatkan.
Pertanyaan selanjutnya mengapa pulau tersebut makin mengecil, apa yang menyebabkannya dan bagaimana proses terjadinya?
Berdasarkan pada pengamatan penulis, jelas terlihat makin berkurangnya daratan Pulau Tikus karena terjadinya abrasi pantai pada sisi Utara pulau. Penyebabnya juga jelas karena adanya energi gelombang yang besar menghampiri pulau dari arah Barat (Samudera Hindia) serta adanya arus menyusur pantai (longshore current).
Untuk mengetahui bagaimana proses ini terjadi, kita bisa memulainya dengan memperhatikan peta pulau Tikus (mis: peta dari www.earth.google.com).
Pada peta terlihat pulau Tikus yang kecil tetapi dikelilingi oleh hamparan terumbu karang yang luasnya lebih dari 250 Ha.
Jika kita perhatikan bentuk Pulau Tikus agak memanjang dari Utara ke Selatan meskipun agak condong sedikit ke Barat Laut. Posisi bagian Utara agak lebih dekat dengan tubir karang sebelah Barat.
Ketika gelombang besar dari Samudera pecah di tubir karang (reef front) yang jaraknya sekitar 500 meter dari pulau dan terus merambat melewati daerah rataan terumbu (reef flat) ke pulau akan menyentuh terlebih dahulu sisi Utara pulau. Gelombang yang menyentuh sisi Utara pulau akan mengalami difraksi dan refraksi gelombang yang mengakibatkan terjadinya pembelokan dan pembentukan arus menyusur pantai (longshore current).
Pembelokan gelombang dan arus menyusur pantai ini mengakibatkan pantai di sisi Utara hingga Timur Laut pulau mengalami pengikisan (abrasi) yang parah ( bisa kita lihat di lapangan). Daratan yang dikikis akan menjadi sedimen yang dibawa arus menyusur pantai ke arah Timur hingga Selatan pulau. Arus yang membawa sedimen ini terus bertemu dengan arus dan gelombang dari Barat yang bergerak ke Selatan, pertemuan arus menyebabkan perlambatan dan sedimen yang dibawa akan diendapkan di bagian Selatan Pulau sehingga terbentuklah hamparan pasir di pantai sisi Selatan pulau.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka untuk menyelamatkan Pulau Tikus yang perlu dilakukan adalah bagaimana meredam energi gelombang yang datang dari arah Samudera Hindia. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut :
Cara Pertama : Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
Salah satu fungsi ekologis terumbu karang adalah dapat meredam energi gelombang sehingga dapat mencegah abrasi pantai. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi fungsi karang tersebut melalui rehabilitasi. Terumbu karang yang harus direhabilitasi harusnya di sisi Barat pulau pada daerah tubir hingga reef flat.
Sebagaimana kita lihat di lapangan kondisi karang di daerah reef flat di sisi Barat mengalami kerusakan karena aktifitas manusia (anthropogenik) seperti aktifitas penangkapan ikan dan wisata.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan transplantasi karang ataupun dengan membuat terumbu karang buatan (artificial reef). Upaya ini sebenarnya telah dilakukan oleh kelompok peduli lingkungan baik dari perguruan tinggi, pemerintah maupun swasta serta masyarakat umum. Namun karena lokasinya yang tidak tepat (namun banyak dilakukan di daerah terumbu karang sisi Utara dan Timur pulau) hingga upaya tersebut tidak akan menyelamatkan Pulau Tikus.
Cara Kedua : Melakukan penanaman mangrove.
Mangrove merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang terendam air laut serta memiliki perakaran yang kuat. Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai penangkap sedimen dan perlindungan terhadap erosi pantai (Bengen, 2000).
Baca Juga : Perjalanan ke bawah laut dengan sahabat dan “cahaya senter”
Untuk kasus Pulau Tikus, penanaman mangrove dapat dilakukan di pantai yang mengalami abrasi di sisi Utara hingga Timur Laut. Kondisi pantai yang berpasir bercampur pecahan karang dengan sedikit partikel halus, maka jenis mangrove yang dapat ditanam adalah jenis bakau (Rhizopora sp) dan api-api (Avicennia sp). Oleh karena kondisi pantai yang berombak besar dan arus yang kencang, penanamannya tidak dapat dilakukan dengan cara tanam satu-satu dengan jarak tanam tertentu.
Metode yang tepat adalah dengan sistem rumpun (cluster), dimana dalam satu rumpun terdiri atas 50-100 batang mangrove. Metode ini telah diujicoba oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka Jakarta dan telah berhasil.
Prodi Ilmu Kelautan UNIB juga telah mengadopsi metode ini dan mengaplikasikannya di Pulau Tikus namun masih bersifat uji coba dengan menanam satu rumpun dan ternyata mangrove berhasil tumbuh.
Berbeda dengan apa yang dilakukan di Pulau Pramuka, ujicoba di Pulau Tikus sedikit dimodifikasi dengan menambahkan APO (alat Pemecah Ombak) dari tumpukan batu untuk meredam energi gelombang yang besar agar tidak merusak mangrove. APO dapat dibuat dari bahan kayu pancang, bambu ataupun tumpukan batu.
Upaya inilah yang sebenarnya perlu dilakukan dan terlihat nyata untuk penyelamatan Pulau Tikus, tapi belum ada upaya besar untuk melakukannya.
Cara Ketiga : Melakukan pembuatan bangunan pelindung pantai.
Cara ini merupakan cara yang paling cepat tapi memerlukan biaya yang sangat mahal. Jenis bangunan pelindung pantai yang dapat dibuat di Pulau Tikus adalah Seawall, Groin dan/ atau Breakwater lepas pantai.
Bangunan seawall dapat dibuat tetapi karena adanya arus menyusur pantai yang kuat diperkirakan bangunan ini tidak akan bertahan lama dan ambruk.
Groin merupakan bangunan tegak lurus pantai yang berfungsi untuk menghambat arus menyusur pantai dan menahan sedimen, bangunan bisa dibuat dari batu alam ataupun struktur buatan.
Selanjutnya Breakwater lepas pantai merupakan bangunan pelindung pantai yang terlepas dari pantai pada jarak tertentu dengan bentuk memanjang sejajar pantai, bangunan ini bisa dibuat dari tumpukan batu alam maupun struktur buatan. Bangunan ini dibuat untuk menahan gelombang yang besar dari arah Barat (Samudera Hindia) dan diharapkan dapat meredam gelombang dan membelokkan arah gelombang karena terjadinya difraksi gelombang pada kedua ujungnya.
Pemilihan penyelamatan Pulau Tikus dengan cara membuat bangunan pelindung pantai sebaiknya merupakan pilihan terakhir, lebih diutamakan upaya secara alami dengan rehabilitasi terumbu karang dan mangrove. Disamping itu pembangunan bangunan pelindung pantai perlu ada kajian yang mendalam secara teknis dan dampaknya terhadap lingkungan maupun estetika pantai sebagai pulau untuk wisata.
Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa belum ada upaya satupun yang telah dilakukan untuk penyelamatan Pulau Tikus. Upaya yang dilakukan selama ini lebih kepada penyelamatan terumbu karang di Pulau Tikus.
Selamatkan Terumbu Karang Pulau Tikus
Inilah sebenarrnya upaya yang telah dilakukan para peduli lingkungan selama ini di Pulau Tikus.Lantas mengapa terumbu karang di Pulau Tikus harus diselamatkan? Bagaimana menyelamatkannya?
Mengapa terumbu karang pulau tikus harus diselamatkan?
Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem pesisir yang unik dan khas mempunyai beberapa fungsi seperti fungsi ekologi yang bermanfaat dalam mencegah terjadinya abrasi pantai dan penyedia biodiversitas yang tinggi, dan juga memiliki fungsi ekonomi yang menyediakan beranekaragam jenis ikan bernilai ekonomis tinggi sebagai mata pencaharian nelayan.
Disamping itu terumbu karang juga memiliki keindahan dengan anekaragam karang, ikan dan biota lainnya yang unik sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Bila terumbu karang rusak maka akan terjadi ketidak seimbangan ekologi dan penurunan fungsi ekonomi, akhirnya berdampak pada kerusakan pulau, penurunan pendapatan nelayan, penurunan aktifitas wisata yang pada akhirnya berdampak juga pada penurunan pendapatan daerah.
Selanjutnya, bagaimana kondisi terumbu karang di Pulau Tikus?
Untuk ini telah dilakukan beberapa kajian terkait kondisi terumbu karang di Pulau Tikus oleh peneliti dari Program Studi Ilmu Kelautan UNIB bersama klub selam MSDC-UNIB serta didukung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Balitbang Provinsi Bengkulu dan Biro
SDA Provinsi Bengkulu pada titik lokasi yang berbeda di Pulau Tikus dengan total 24 titik lokasi pengukuran.
Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Tikus memiliki tutupan karang hidup rata-rata 44,89% yang termasuk kategori rusak sedang (Kepmen LH No 4 Tahun 2001) dengan kisaran 11,46 % sampai 89,4% artinya ada titik lokasi yang mengalami kerusakan parah namun ada juga yang kondisinya sangat baik.
Jika ditelusuri penyebab kerusakannya lebih didominasi oleh aktifitas penangkapan ikan dengan jaring, tombak dan busur senapang serta aktifitas wisata seperti snorkeling yang menginjak karang, jangkar kapal wisata dan pengambilan karang untuk souvenir.
Melihat kenyataan tersebut, bagaimana kita menyelamatkan terumbu karang di Pulau Tikus?
Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan diantaranya :
Cara Pertama :
Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
Ada dua metode rehabilitasi yang dikenal saat ini yaitu metode transplantasi dan metode artificial reef (terumbu buatan). Transplantasi karang merupakan teknik perbanyakan koloni karang dengan memanfaatkan reproduksi aseksual karang secara fragmentasi.
Kalau boleh dianalogikan metode ini mirip mencangkok pada tanaman, meskipun karang ini adalah hewan bukan tanaman tetapi prinsipnya hampir sama. Metode transplantasi yang banyak digunakan saat ini adalah metode substrat dan rak yang sebenarnya ini merupakan metode yang digunakan untuk budidaya karang hias dalam perdagangan karang hias jadi bukan untuk rehabilitasi. Namun metode ini bisa saja digunakan hanya saja perlu ada tindakan lanjutan untuk rehabilitasi. Rak transplan ditempatkan di daerah yang datar dekat terumbu yang masih bagus dengan kondisi perairan yang baik untuk mempercepat pertumbuhan fragmennya.
Baca Juga : Field Trips ke Tesso Nilo National Park Pelalawan-Riau
Kesalahan yang sering dilakukan adalah setiap melakukan transplantasi selalu mengambil bibit dari induk karang yang alami. Seharusnya kegiatan transplantasi yang pertama berfungsi sebagai indukan yang akan menyediakan bibit untuk transplan selanjutnya. Jadi ketika akan melakukan transplan kembali, maka bibitnya harus diambil dari indukan karang transplan bukan diambil dari karang yang hidup alami yang justru bisa merusak ekosistem karang yang ada.
Metode rehabilitasi karang lainnya adalah dengan membuat terumbu karang buatan. Metode ini pada prinsipnya adalah membuat struktur buatan sebagai tempat penempelan larva planula
karang yang berkembang melalui reproduksi sexual.
Kalau boleh dianalogikan metode ini seperti menanam biji tanaman pada tanah sebagai media tanam, sedangkan pada karang menyediakan substrat sebagai media untuk penempelan larva planula (anakan karang). Terumbu buatan yang dikenal selama ini diantaranya bangunan dari struktur beton yang disusun bertingkat sehingga bisa juga berfungsi sebagai tempat berlindung ikan (fish apartement), dan saat ini ada juga yang membuatnya dari bahan tempurung kelapa yang dikenal dengan Bioreeftek yang dianggap lebih murah dari struktur beton.
Metode Bioreeftek diperkenalkan pertama kali tahun 2008 oleh Balai Penelitian Observasi Laut (BPOL) Bali dan telah diaplikasikan di Pulau Tikus oleh Kampala UNIB tahun 2014. Hanya saja sampai saat ini belum ada informasi hasil deploy pertama tersebut, bagaimana pertumbuhan koloni karangnya dan sejauhmana tingkat keberhasilannya.
Sama halnya dengan kegiatan tranplantasi di Pulau Tikus, kegiatan bioreeftek juga melakukan kesalahan yang sama yaitu menempatkan media (deploy) pada daerah yang direhabilitasi. Seharusnya media bioreeftek karena mengharapkan recruitment larva planula tentunya harus ditempatkan pada perairan yang kaya akan larva planulanya dimana biasanya melimpah pada terumbu karang yang sehat.
Penentuan lokasi deploy harusnya dikaji lebih detil seperti kepadatan larva planula, tingkat tutupan karang, kondisi perairannya (suhu, arus, sedimentasi dan penetrasi cahaya). Hal inilah yang tidak dilakukan selama ini, jangan hanya melakukan deploy saja tanpa mengetahui kondisi perairannya.
Apabila lokasinya tidak sesuai, maka media bioreeftek tidak akan ada planula yang menempel karena kalah bersaing dengan mikroalga yang mendominasi, kalaupun ada yang menempel tidak banyak koloni yang berkembang dan pertumbuhannya akan lambat.
Setelah mendapatkan lokasi yang tepat, langkah selanjutnya lakukan deploy dan harus secara rutin dilakukan monitoring (setiap 4-6 bulan) untuk perawatan media dan pengamatan pertumbuhan. Jika media bioreeftek telah terbentuk koloni yang banyak dengan pertumbuhan mencapai 10 cm, barulah media tersebut dipindahkan ke lokasi yang akan direhabilitasi. Jadi kegiatan rehabilitasi dengan bioreeftek belum selesai kalau hanya melakukan deploy, harus ada kelanjutannya agar usaha kita menjadi tidak sia-sia.
Dari kedua metode diatas yaitu transplantasi dan bioreeftek, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Transplantasi kelebihannya adalah proses pertumbuhannya cepat sehingga rehabilitasi dapat berlangsung cepat. Kekurangannya adalah tingkat keanekaragaman karangnya (biodiversitas) rendah karena jenisnya relatif seragam. Untuk masalah biaya sifatnya relatif karena transplantasi bisa dilakukan tanpa rak, tapi dapat menggunakan substrat yang ada di terumbu saja (mis: rubbel dan karang mati) sehingga biayanya jadi sangat murah.
Bioreeftek kelebihannya adalah menggunakan tempurung kelapa yang murah meskipun dalam pembuatan medianya juga masih menggunakan semen dan batang aluminium yang tentu saja akan menjadi mahal juga. Kelebihan lainnya jika berhasil maka dalam media akan tumbuh beranekaragam koloni yang berbeda sehingga biodiversitasnya tinggi.
Kelemahannya adalah proses rehabilitasi akan membutuhkan waktu yang sangat panjang karena pertumbuhan koloni sangat lambat sekitar 0,3-0,5 cm/tahun dibandingkan transplantasi 2-10 cm/tahun. Untuk jangka panjang metode bioreeftek akan lebih baik karena koloni terbentuk secara alami dan biodiversitasnya yang tinggi.
Cara Kedua :
Karena kerusakan terumbu karang lebih didominasi oleh aktifitas manusia, maka cara untuk menyelamatkan terumbu karang lainnya adalah dengan melakukan pembinaan terhadap para pelaku yang berinteraksi dengan terumbu karang. Para nelayan diberikan pengetahuan dan pemahaman tentang terumbu karang dan alat tangkap yang ramah lingkungan. Para pelaku usaha wisata dan wisatawan juga dibekali pemahaman tentang terumbu karang, cara berwisata yang tidak merusak lingkungan dan terumbu karang.
Cara Ketiga :
Perlu adanya peran pemerintah untuk membuat regulasi pengelolaan Pulau Tikus dan ekosistem perairan disekitarnya. Selama ini belum ada regulasi yang dibuat pemerintah untuk mengelola Pulau Tikus. Harusnya pemerintah segera menyusun rencana strategis untuk mengelola Pulau Tikus sehingga diketahui apa yang menjadi visi dan misi pengelolaan serta tujuan, sasaran dan kegiatan yang akan dilakukan untuk pengelolaan Pulau Tikus.
Tahap selanjutnya adalah menetapkan rencana zonasi pengelolaan Pulau Tikus. Dalam rencana zonasi akan ada batasan zona secara spasial yang mengatur dimana lokasi zona inti yang merupakan zona larangan (marine protected area), zona pemanfaatan untuk kegiatan wisata, zona perikanan berkelanjutan untuk aktifitas penangkapan dan budidaya perikanan ramah lingkungan dan zona rehabilitasi.
Dengan adanya regulasi ini tidak akan terjadi tumpang tindih pemanfaatan dan kepentingan dan ekosistem pulau dan terumbu karang akan lebih terjaga. Marilah kita semua baik dari masyarakat peduli lingkungan, mahasiswa akademisi, swasta maupun pemerintah bersama-sama menjaga kelestarian terumbu karang dan pulau Tikus.